Santai

Mengapa RKUHP Banyak Ditolak? Ini Poin-Poin Bermasalahnya

Mengapa RKUHP Banyak Ditolak? Ini Poin-Poin Bermasalahnya

MOMSMONEY.ID - Masih menjadi trending perbincangan di mana-mana, berikut ini adalah penjelasan mengenai pengesahan RKUHP.

Pengesahan RKUHP menjadi KUHP menuai banyak penolakan di mana-mana. Soalnya, ada beberapa permasalahan dalam beberapa pasalnya.

Nah, bagi yang belum tahu, berikut beberapa poin penting mengenai penolakan KUHP yang dilansir dari laman resmi Twitter LBH Jakarta.

Baca Juga: Cara Membuat Twitter Wrapped 2022 Tanpa Instal Aplikasi, Simak Tipsnya

Pasal 240

Pasal 240 adalah pasal yang mengatur masalah penghinaan pemerintah dan lembaga negara. Dalam draft terbarunya per 30 November 2022, penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara akan dikenai hukuman penjara.

Pasal ini dianggap tidak sesuai dengan cita-cita demokrasi. Menurut LBH Jakarta, perbuatan penghinaan akan sulit dibedakan dengan kritik terutama bagi institusi maupun lembaga negara.

Pasal 188

Pasal ini menjelaskan tentang larangan menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme. Dalam Rapat Pembahasan RKUHP pada 24 November 2022, tidak ada pembahasan mengenai perubahan pada pasal ini.

Namun, kemudian muncul perubahan pada pasal ini, terutama dalam hal menyebarkan atau mengembangkan paham lain yang bertentangan dengan Pancasila.

LBH Jakarta menjelaskan, pasal ini memiliki kemungkinan untuk menghidupkan kembali konsep pidana subversif seperti di era orde baru. Sebab, tidak ada penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Baca Juga: Butuh Melepas Stres? Tonton 6 Variety Show Hiburan Seru Ini Di Netflix

Pasal 100

Pasal 100 membahas tentang masalah pidana mati. Pidana mati menurut LBH Jakarta perlu dihapuskan sebab tidak lagi sesuai dengan nilai negara demokratis.

Tapi, muncul komponen baru dalam Pasal 100 ayat (1) poin a dan b yang menyebutkan tentang komponen pertimbangan hakim.

Sesuai dengan Rapat Pembahasan RKUHP pada 24 November lalu, telah disepakati bahwa pemberian masa percobaan 10 tahun sebagai penundaan eksekusi pidana mati harus diberikan secara otomatis.

Pasal 81

Pasal ini mengatur pidana denda yang tidak dapat dibayarkan kekayaan terpidana, maka akan dilakukan penyitaan dan pelelangan yang dilakukan jaksa untuk melunasi pidana denda.

Pasal ini dianggap masih bermasalah, sebab akan menimbulkan ketimpangan sosial dan menjadi ladang negara untuk memperoleh pendapatan.

Pidana denda akan lebih efektif jika adanya pengaturan denda yang proporsional dan bukan penyitaan aset.

Selain pasal-pasal tersebut, pengesahan RKUHP juga menetapkan beberapa keputusan baru seperti larangan unjuk rasa tanpa pemberitahuan, pidana kumpul kebo dan perzinahan, pidana santet, penurunan hukuman koruptor, dan juga pencemaran nama baik orang mati.

Setelah pengesahan RKUHP menjadi KUHP baru yang akan mengalami masa transisi 3 tahun dan mulai berlaku efektif pada 2025 nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News