HOME, BisnisYuk

Simak Peluang Bisnis Sedotan Ramah Lingkungan yang Digemari Para Turis

Simak Peluang Bisnis Sedotan Ramah Lingkungan yang Digemari Para Turis

MOMSMONEY.ID -  Dimana ada niat, di sana ada jalan. Setidaknya itu adalah pemeo lama yang memberikan semangat kepada siapapun untuk terus menebar rasa optimisme. Pemeo ini juga yang membuat Ningrum, sapaan akrab dari Mistianingrum, pendiri dari PT Arum Jaya Perdana ini ketiban cuan dari bisnis sedotan ramah lingkungan.

Niat menjadi pengusaha, terpatri di dalam sanubari Ningrum. Meski tak punya pengalaman dalam hal produksi sedotan alias pipet tersebut, namun Ningrum membuktikan dirinya mampu memproduksinya. Berbeda dengan sedotan plastik atau logam yang banyak beredar di pasaran, Ningrum justru memproduksi pipet berbahan dasar bambu.

Jangan kaget dulu, bambu ada banyak ragamnya. Ada bambu yang tebal, ada juga bambu jenis yang tipis, kecil yang memang cocok diolah menjadi pipet. Namun tentu ada proses Panjang mengubah bambu berwarna hijau itu bisa menjadi sedotan yang steril dan higienis. Ada proses pengolahan panjang yang dilakukan oleh Ningrum agar pipet higienis untuk digunakan manusia.

Baca Juga: Ada Normalisasi Kebijakan di Negara Maju, OJK Perkuat Ketahanan Sektor Jasa Keuangan

“Prosesnya mulai dari penjemuran, direbus hingga masuk oven,” kata Ningrum yang sebelumnya adalah ibu rumah tangga itu. Dari semua proses itu, Ningrum memastikan semua mikroba dan juga bakteri yang berada pada bambu tersebut tak ada lagi. Sehingga, pipet tersebut aman untuk digunakan oleh konsumen.

Dalam proses sterilisasi, Ningrum juga memastikan tidak ada penggunaan bahan kimia. Alhasil, semua bahan yang digunakan dalam proses sterilisasi murni berasal dari bahan organik. Proses perebusan juga menggunakan air biasa, dan tidak dicampur untuk bahan-bahan tertentu.

Usaha yang dilakukan Ningrum ternyata berbuah manis. Rata-rata pendapatan per bulan dari produk sedotan bambu itu mencapai Rp 50 juta per bulan dengan margin sampai 30%. Pelanggannya adalah restoran yang ada di lokasi wisata di Bali, Malang dan Jakarta. Penggunaan sedotan bambu banyak digemari restoran karena memberi nilai lebih sebagai resto ramah lingkungan.

Meski penjualan terganggu di awal tahun pandemi, namun perlahan permintaan kembali datang menghampiri menjelang akhir tahun 2021 akhir. “Bahkan stok yang saya punya sold out semua,” kata Ningrum yang memakai bendera PT PT Arum Jaya Perdana dengan merek Bamboo Arum Straw itu.

Baca Juga: Bikin Klaster UMKM, BRI Berdayakan 30 Kelompok Usaha dengan Bisnis Serupa

Digemari turis

Mungkin beberapa tahun lalu, di Indonesia ramai berkembang usaha untuk mengurangi penggunaan sampah plastik. Mulai dari botol air kemasan, kantong plastik dan juga pipet. Nah, pipet dari bahan plastik termasuk salah satu varian sampah plastik yang mengkhawatirkan Ketika terbuang hingga ke lautan.

Banyak penelitian, pipet tersebut dikonsumsi oleh hewan laut yang kemudian berdampak kepada kesehatannya. Ada banyak cerita soal sedotan yang menyengsarakan hewan laut. Seperti kura-kura yang tersedak oleh pipet yang termakan olehnya. Kemudian ada juga kura-kura yang hidungnya kemasukan sedotan.

Dari banyak temuan itu, banyak orang belakangan mulai meninggalkan sedotan plastik. Mereka memilih sedotan berbahan organik atau sedotan berbahan logam yang bisa digunakan ulang. Tren ini tak hanya di Indonesia, di luar negeri tren ini bahkan sudah lebih dulu berkibar. “Banyak turis ternyata menyenangi sedotan bahan organik ini karena ramah lingkungan,” kata Ningrum.  

Baca Juga: Rizki Pebriani, Ibu Rumah Tangga yang Sukses Mendulang Cuan dari Limbah Kayu

Kondisi ini membuat banyak restoran dan hotel di lokasi wisata keranjingan menggunakan sedotan organik untuk menggaet turis datang. Pucuk dicinta ulampun tiba, sebagian dari mereka kemudian mencari pemasoknya. “Saat itulah ada yang menghubungi saya, minta dibikinkan sedotan dari bambu yang bahan bakunya banyak di daerah saya,” kata Ningrum.

Bener saja, ada banyak bahan bambu kecil yang tumbuh liar di wilayah Banyuwangi. Bambu tersebut tumbuh liar di lereng gunung, di perkebunan warga maupun di hutan. Selama ini, bambu tersebut dianggap gulma dan kerap ditebang oleh warga. Sebagian ada yang dimanfaatkan seperti menjadi kayu bakar.

Dengan sederet uji coba, Ningrum kemudian berhasil memproduksi pipet dari bambu tersebut dengan standar higienis yang ditentukan oleh pembeli. Usai ditebang, bambu harus melewati masa penjemuran selama kurang lebih dua pekan. Setelah kering kemudian dipilah, dipotong. “Setelah dijemur akan kelihatan warna bambunya yang menguning kecoklatan,” kata Ningrum.

Baca Juga: Jenis Usaha yang Cocok Menggunakan Viral Marketing, Apakah Usaha Moms Termasuk?

Usai dijemur, bambu kemudian diampelas, dibersihkan. Selanjutnya bambu direbus untuk membersihkan dan menjaga sterilisasinya. Setelah direbus, bambu kemudian masuk oven untuk memastikan pengeringannya. “Setelah itu didinginkan dan kemudian masuk packaging dan siap kirim,” kata Ningrum.

Karena permintaan naik, Ningrum  harus memastikan pasokan bahan baku tersedia. Hingga akhirnya dia mengajak warga untuk mengumpulkan bahan baku. Ningrum juga mengajak warga dan memberdayakan mereka dalam proses produksi. “Ini untuk memenuhi pesanan pelanggan, yang ternyata mengekspor produk saya dengan merek sendiri,” jelasnya.

Potret pemberdayaan warga dan juga produk ramah lingkungan inilah yang membuat produk Ningrum banyak digemari para turis. Meski sempat terkendala pandemi di awal 2020, namun memasuki 2021 permintaan kembali naik, khususnya permintaan untuk pasar pariwisata di Bali.

Bikin produk baru

Untuk diketahui, produk bamboo straw dan bamboo painting ini sudah diekspor ke Inggris, Amerika, Belgia, Italia, dan Albania. Selain sedotan bambu, saat pandemi terjadi, Ningrum juga melakukan pengembangan produk baru berbasis kayu. Lagi-lagi produk yang diproduksi adalah produk ramah lingkungan. “Selalu ada hikmah meski pandemi,” kata Ningrum.

Saat minimnya permintaan untuk sedotan bambu, Ningrum kemudian mengolah limbah kayu jati menjadi sendok dan perkakas rumah tangga lainnya. Alhasil, pendapatan Ningrum tak lagi hanya bertumpu pada sedotan bambu yang sangat terpengaruh oleh iklim pariwisata. “Banyak limbah jati di wilayah saya yang kemudian kami olah menjadi tableware, kitchenware, maupun homeware,” kata Ningrum.

Atas kerja keras dalam melakukan inovasi itulah, Mistianingrum diundang kembali untuk ikut dalam pameran virtual UMKM EXPO(RT) Brilianpreneur 2021. Dalam pameran yang diikuti 500 UMKM tersebut, Ningrum tak hanya mendapatkan tambahan modal untuk memperluas usaha, tetapi juga mendapat relasi baru.

Baca Juga: Mondelez Gelar Workshop UMKM Kuliner Kekinian, Gratis!

Untuk event yang diselenggarakan oleh salah satu Badan Usaha Milik Negara (BMUN) tersebut, Ningrum telah berhasil mendapatkan banyak akses untuk pameran internasional seperti INA-LAC 2020, Handarty Korea 2021, Asean Online Sale Day 2021, dan lain-lain.

Saat gelaran UMKM EXPO(RT) Briliantpreneur 2021 tersebut, ada 110 buyers yang berasal dari 31 negara berhasil menandatangani commitment deal bersama 163 UMKM dengan nilai transaksi mencapai US$72,13 juta. Komitmen transaksi ini melebihi target yang direncanakan senilai US$65 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News