HOME, InvesYuk

Sebelum Membeli, Kenali Dulu Seluk Beluk Uang Kripto dan Penggerak Harganya

Sebelum Membeli, Kenali Dulu Seluk Beluk Uang Kripto dan Penggerak Harganya

MOMSMONEY.ID - Investasi mata uang kripto atawa cryptocurrency kian populer di dalam negeri, terutama bagi kalangan milenial yang gemar berselancar di dunia maya. Buktinya, jumlah investor dan nilai transaksi kripto berkembang pesat belakangan ini.

Catatan Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), ada lebih dari 11 juta investor pada 2021, naik pesat ketimbang tahun sebelumnya hanya 4 juta. Volume transaksi sepanjang tahun 2021 telah mencapai Rp 859,4 triliun atau rata-rata harian Rp 2,35 triliun.

Peluang cuan fantastis dari lonjakan harga, bikin banyak orang kepincut mengoleksi ataupun trading aset kripto. Tapi, sebelum menempatkan uang di wahana investasi alternatif ini, penting untuk mengenali karakteristiknya. Agar Anda siap menerima konsekuensi cuan maupun rugi di kemudian hari.

Mata uang kripto adalah aset digital alias virtual, yang dirancang sebagai alat pertukaran di jaringan internet. Aset kripto menggunakan kriptografi (kode rahasia) untuk mengamankan transaksi keuangan, mengontrol proses pembuatan unit baru dan memverifikasi transfer aset, yang semuanya tercatat dalam jaringan buku besar Blockchain.

Berbeda dengan sistem perbankan yang terpusat, kripto menggunakan kontrol terdesentralisasi (tersebar) alias tak bergantung pada otoritas tertentu untuk memvalidasi data. Setiap server berpartisipasi memvalidasi transaksi. Dus, akan sulit mengubah atau menduplikasinya. Dengan uang kripto, pihak ketiga seperti bank, tidak lagi berperan pada transaksi antar dua pihak.

Baca Juga: Jenis-Jenis Tanaman Hias Daun yang Banyak Diminati

Setiap mata uang kripto punya whitepaper yang dirilis oleh tim proyek. Dalam dokumen diuraikan konsep, tujuan, teknologi, dan roadmap yang direncanakan. Bisa dibilang, kesuksesan proyek menjadi fundamental aset kripto.

Bitcoin (BTC) adalah kripto terpopuler dan dianggap sebagai mother of crypto. Sebagai pionir di 2009 silam, kripto rancangan Satoshi Nakamoto ini menguasai pasar dengan market cap terbesar. Mengutip Coinmarketcap, nilai kapitalisasinya sekitar US$ 723 miliar.

Tujuan utama BTC adalah menjadi mata uang pengganti uang fiat. Dengan teknologi Blockchain-nya, kita dapat mengirim koin virtual ini ke siapa saja di dunia tanpa perlu perantara (bank). Sebagai gantinya, semua transaksi diproses, dan diamankan oleh ribuan server yang menjalankan program BTC.

Hanya, BTC saat ini belum menjadi mata uang fungsional di global, lantaran mendapat gempuran dari regulator yang menganggapnya sebagai ancaman bagi sistem moneter yang sudah ada. Meski begitu, sudah ada negara dan merchant yang menerimanya sebagai alat tukar.

Di dunia ini, nantinya hanya akan ada 21 juta BTC. Batasan itu dibuat Satoshi untuk menjadikannya langka dan mengendalikan inflasi, yang mungkin timbul dari pasokan tak terbatas. Jika suplai terbatas, nilainya pada akhirnya akan naik. Inilah alasan sejumlah kalangan mulai mengkategorikan BTC sebagai store of value, layaknya emas.

Bitcoin hanya bisa diproduksi lewat proses mining alias menambang. Penambang menjalankan komputer khusus untuk memecahkan kriptografi rumit guna memvalidasi transaksi bitcoin yang disebut Proof of Work (PoF). Bagi yang sukses, diberikan reward sejumlah BTC. Diperkirakan koin ini baru habis ditambang pada tahun 2140.

Baca Juga: 6 Bahan Rumahan untuk Mengobati Kulit Anak yang Terbakar Matahari

Popularitas bitcoin memacu lahirnya alternative coin (altcoin). Sudah lebih dari 1.000 altcoin yang beredar. Yang populer misalnya ethereum (ETH), tether (USDT), litecoin (LTC), dan solana (SOL).

Ethereum digandrungi karena blockchainnya mirip infrastruktur. Berkat smart contract, bisa menciptakan ekosistem dengan berbagai fitur, mulai dari peluncuran token baru sampai jual beli karya digital (NFT). Di blockchain Ethereum, penambang dihargai dengan reward mata uang ether (ETH).

Baru-baru ini, giliran solana yang naik daun, sebab digadang-gadang sebagai pesaing ethereum. Solana memiliki blockchain tercepat di dunia, yang memungkinkan transaksi kilat hingga 70.000 transaksi per detik.

Tahun lalu, koin berbasis meme atawa memecoin, seperti dogecoin (DOGE) juga populer. Harganya naik fantastis meski tak mengusung inovasi blockchain. Koin ini dirilis sejak 2013 yang bertujuan sebagai parodi, lengkap dengan logo anjing Jepang shiba inu doge yang viral di internet. Tampilan koin yang kasual menarik minat banyak komunitas kripto.

FINTECH-CRYPTOCURRENCY/ Ethereum

Teguh Kurniawan Harmanda, Ketua Umum Aspakrindo dan Chief Operations Officer (COO) Tokocrypto, melihat kondisi pasar aset kripto kini berbeda dibanding 2-5 tahun lalu.

"Kripto mulai dianggap mainstream sebagai instrumen investasi dan pendukung ekosistem lainnya," kata Manda, sapaan akrabnya, kepada Tabloid KONTAN.

Tahun lalu, ramai alternatif koin atau koin micin yang harganya naik fantastis. Ke depan, Manda meyakini, kripto dengan nilai kapitalisasi pasar besar (big cap), seperti BTC, ETH, Tether, BNB, masih menarik.

Bitcoin dan ethereum masih menjadi gerbang untuk investor pemula masuk ke dunia kripto. Institusi yang ingin masuk ke industri pun, biasanya akan mulai dari dua big cap itu.

Lalu, tren Metaverse, GameFi dan NFT akan ikut membentuk industri aset kripto. Token-token yang mendukung atau memiliki utilitas berkaitan dengan Metaverse dan marketplace NFT akan bermunculan.

"Terbukti saat ini project kripto lokal pun banyak yang memiliki roadmap untuk mendukung ketiga ekosistem tersebut," beber Manda.

Baca Juga: Bisa Mengganggu Produktivitas, Coba 5 Cara Sederhana Ini untuk Mencegah Mood Swing

Selain itu, proyek kripto yang mendukung DeFi (decentralized finance) bisa menjadi tren. Ini ekosistem aplikasi keuangan berbasis blockchain yang dapat beroperasi tanpa otoritas pusat seperti bank. Kata Manda, teknologi DeFi kini dalam tahap awal, masih ada banyak risiko dalam mengadopsi keuangan terdesentralisasi sepenuhnya. Tetapi pada 2022, mungkin akan lahir perubahan besar, sebab perusahaan fintech global ingin masuk pasar dengan solusi blockchain yang lebih baik. Dus, bisa terjadi adopsi massal teknologi blockchain oleh fintech, bank, pemerintah.

Menurut Sumardi Fung, CEO Rekeningku.com, koin atau token kripto akan semakin matang ke depan.

"Model token baru tanpa kejelasan fungsi akan semakin susah diperjualbelikan, karena user semakin pintar dalam melihat project yg baik dan tidak," prediksi dia.

Milken Jonathan, CEO Bitocto, menaksir koin yang bersifat utility dan koin meme tetap akan ada. Maklum, aset kripto masih didominasi milenial dan generasi lebih muda. Setidaknya sejak 2014 lalu, dia melihat, di industri kripto, tren yang sama terus terulang.

Tahun lalu, tak sedikit mata uang kripto yang jadi jawara pencetak cuan. Dogecoin (DOGE) dan shiba inu (SHIB) misalnya naik fantastis, sehingga keduanya sempat merangsek masuk dalam top 10 market cap pada 2021.

Baca Juga: Resep Kepiting Pedas Bumbu Bali yang Mudah Ditiru ala Ibu di Rumah

Tapi, penting dipahami, sifat umum aset kripto yang terdesentralisasi menimbulkan konsekuensi harganya bisa naik-turun cepat alias sangat fluktuatif. Sebab, harga sangat bergantung pada permintaan dan penawaran di pasar. Dari sisi suplai, desain banyak cryptocurrency yang menjamin adanya kelangkaan suplai memungkinkan terjadinya fluktuasi harga kripto.

Dari sisi permintaan, minat terhadap kripto meluas. Investor institusi mulai mengempit kripto sebagai portfolionya. Sebut saja, Tesla, MicroStrategy dan Suare Inc yang membeli bitcoin. Namun, harga kripto rawan jatuh, saat investor besar (whale) melakukan profit taking.

Pergerakan harga kripto juga terpengaruh isu global dan kebijakan. Misalnya, tahun lalu, pasar kripto sempat bergejolak gara-gara China menutup tambang kripto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News