InvesYuk

Rekomendasi Trading Dollar AS Saat NFP AS di Atas Konsensus

Rekomendasi Trading Dollar AS Saat NFP AS di Atas Konsensus

MOMSMONEY.ID - Momen penting untuk trader forex di seluruh dunia baru saja tiba. Jumat (4/11), pukul 19.30 lalu US Bureau of Labor Statistics mengumumkan data penciptaan lapangan kerja di luar sektor pertanian atau NFP (Nonfarm Payrolls) periode Oktober 2022. 

Sekedar informasi, data NFP mendeskripsikan banyaknya lapangan kerja yang tercipta di AS setiap bulannya di luar sektor pertanian atau agrikultur. Melansir data dari Federal Reserve Bank of St. Louis, data NFP memasukkan sekitar 80% dari total pekerja yang berkontribusi terhadap perekonomian AS. 

Analis Monex Investindo Futures (MIFX) Anthony Kevin menulis dalam riset, jika data NFP dirilis di atas ekspektasi, maka pelaku pasar akan melihat bahwa perekonomian AS melaju lebih kencang dibandingkan eskpektasi ekonom. Ahalsil, dollar AS akan cenderung menguat. 

Hasilnya, NFP AS periode Oktober 2022 yang rilis Jumat (4/11) lebih tinggi yaitu 261.000 dibandingkan perkiraan konsensus yang sebesar 197.000. Sebelumnya di sepanjang 2022, hasil 9 kali rilis NFP dari periode Januari hingga September 2022, hasilnya sebanyak 7 kali berada di atas konsensus, sedangkan sisanya berada di bawah konsensus. 

Tidak heran jika akhirnya fenomena super dollar terjadi di 2022 dan dollar AS secara signifikan menguat terhadap pasangan mata uang negara-negara lain. 

Dari 9 rilis data NFP tersebut mayoritas menghasilkan peluang untuk melakukan aksi beli terhadap dollar AS, seperti pada pasangan mata uang EURUSD dan GBPUSD. 

Baca Juga: Kebijakan Moneter The Fed Ketat, Poundsterling Melemah Terhadap Dollar AS

Namun, patut diingat, ketika pasangan mata uang EURUSD dan GBPUSD bergerak ke bawah, berarti dapat dibaca sebagai EUR dan GBP melemah sementara USD menguat. 

Memang, rilis data NFP di sepanjang 2022 terus memberikan angin segar terhadap perekonomian AS yang sempat terpuruk pandemi. Kini, kondisi pasar lapangan kerja di AS sudah relatif membaik. Seiring dengan data NFP yang terus positif, tingkat pengangguran pun turun ke kisaran 3%. 

Tapi sejatinya, jika data NFP terus berada di atas ekspektasi, hal tersebut juga bisa mempersulit keadaan The Fed selaku bank sentral AS. Saat ini, AS dan seluruh dunia memang sedang dihadapkan pada permasalahan yang unik. 

Permasalahan tersebut bernama inflasi yang sudah sangat lama berada di level yang sangat tinggi. Inflasi yang terjadi di seluruh dunia saat ini merupakan inflasi tipe cost-push inflastion. Penyebabnya kenaikan harga minyak mentah dan gas bumi imbas invasi Rusia ke Ukraina. 

Celakanya cost-push inflation ini terjadi kala ekonomi dunia masih mencoba pulih dari pandemi yang membuat angka pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. 

Berdasarkan perhitungan Anthony, dari 2019 ke 2021, perekonomian global hanya menikmati pertumbuhan sebesar 2,9%. Padahal, setiap tahunnya perekonomian global rata-rata mencatatkan pertumbuhan di kisaran 3,7%. 

Diimbangi dengan daya beli masyarakat yang masih lemah, pejabat bank sentral di seluruh dunia dihadapkan pada pilihan sulit. Mereka terpaksa menaikkan tingkat suku bunga acuan untuk mematikan daya beli masyarakat. Harapannya, ketika daya beli masyarakat dimatikan, pemerintah akan turun sehingga inflasi berangsur-angsur turun. 

Tapi, dalam perjalanan untuk me-restart kembali tatanan ekonomi dunia, berapa besar penderitaan yang harus ditanggung masyarakat? Di sepanjang 2022, terlihat pertumbuhan ekonomi AS sangat melambat jika dibandingkan dengan 2021, sehingga wajar jika AS diproyeksikan akan kembali mengalami resesi. 

Kamis (3/11), The Fed mengesahkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin yang menandai kenaikan sebesar 75 bps selama empat bulan beruntun. Jika tren data NFP terus berada di atas konsensus, maka hal tersebut dikhawatirkan akan membuat The Fed mengurungkan niatnya untuk mengerem laju pengetatan moneter. 

Implikasinya, fenomena super dollar bisa jadi terus berlanjut, terlepas dari posisi dollar AS yang di sepanjang 2022 banyak menguat terhadap mata uang negara lain dan juga komoditas. 

Jadi untuk strategi jangka menengah (6 bulan) dan jangka panjang (1 tahun) Anthony merekomendasikan untuk investor memasang posisi long terhadap dollar AS. 

Artikel lengkap mengenai riset ini dapat dibaca di sini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News