HOME, Keluarga

Punya Anak Remaja yang Sensitif? Ini 5 Tips Parenting yang Penting Diterapkan

Punya Anak Remaja yang Sensitif? Ini 5 Tips Parenting yang Penting Diterapkan

MOMSMONEY.ID - Penelitian menunjukkan pada orang-orang yang sangat sensitif ada aktivasi yang lebih kuat di wilayah otak tertentu mereka, yang bertanggung jawab atas kesadaran, integrasi informasi sensorik, empati dan persiapan untuk bertindak.

Pada anak remaja dengan sensitivitas tinggi, mereka memiliki kecenderungan untuk memproses informasi secara lebih rinci. Selain itu, mereka juga cenderung memerhatikan rangsangan yang lebih halus, mendekati situasi baru secara perlahan, dan menunjukkan keaktifan emosional yang ekstrem.

Oleh sebab itu, mengasuh anak remaja yang sensitif tidak boleh dilakukan secara asal dan disamakan dengan anak lainnya yang sensitivitasnya rendah. Melansir Mind Connections, terapkanlah 5 tips parenting ini apabila Anda memiliki anak remaja yang sensitif.

Baca Juga: Simak, Ini Beberapa Penyebab Anak Remaja Berperilaku Memberontak

1. Sadari

Hal pertama dan terpenting yang perlu diterapkan sebagai orang tua adalah mengetahui dan memahami anak Anda yang sensitif. Ketika mampu menyadari tingginya sensitivitas pada anak remaja, Anda tidak hanya akan melihat mereka sebagai anak yang lemah, cengeng, atau pemalu.

Justru Anda akan membantu anak untuk berkembang saat bisa melihat dan memahami dengan baik segala keunikan mereka dalam hal emosi.

2. Bangun self-esteem anak

Mengasuh anak remaja yang sangat sensitif perlu dilakukan dengan sedikit lebih sensitif pula dibandingkan anak-anak lainnya. Apabila Anda mendisiplinkan mereka dengan cara yang keras baik melalui omelan atau hukuman, itu hanya akan menciptakan kenyataan yang merugikan dalam pikiran anak remaja. Pada gilirannya, disiplin yang keras akan memengaruhi self-esteem atau harga diri anak sekaligus menyebabkan lebih banyak stres.

Sebagai gantinya, bantulah anak remaja yang sensitif untuk lebih menerima diri mereka sendiri dan ajarkan tentang keterampilan manajemen stres. Dengan begini, anak akan memiliki rasa kompetensi pribadi yang jelas dan mampu mengelola stresnya dengan lebih baik.

3. Jadilah role model

Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak cenderung menggunakan coping yang berfokus pada emosi. Artinya, daripada coping yang berfokus pada masalah, anak cenderung suka mengekspresikan emosi, memanfaatkan dukungan sosial, dan mengatur keadaan emosional. Mengutip Wikipedia, coping  merupakan strategi sadar atau tidak sadar yang digunakan untuk mengurangi emosi yang tidak menyenangkan.

Faktanya, anak masih kekurangan kapasitas kognitif untuk mengetahui apakah stresor dapat dikelola atau tidak. Namun, memasuki usia remaja, mereka akan mulai aktif mempelajari upaya coping untuk mengatasi stres.

Jadi, sangat disarankan bagi Anda sebagai orang tua untuk menjadi model utama yang menunjukkan kepada anak tentang bagaimana mengatasi stres dengan senantiasa berfokus pada perawatan diri, menetapkan batasan, rutin berolahraga, berlatih relaksasi, dan mencari dukungan.

4. Ajarkan anak tentang keterampilan regulasi emosi

Regulasi emosi mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengatur perasaan yang kuat dan bereaksi secara tepat terhadap situasi. Untuk menumbuhkan keterampilan regulasi emosi pada anak remaja yang sensitif, lakukanlah hal-hal berikut ini:

  • Identifikasi keadaan suasana hati dan dorong anak untuk melakukan latihan yang meringankan mereka dari stres misalnya latihan mindfulness dan pernapasan. Adapun latihan-latihan semacam ini memiliki efek yang besar pada pengurangan stres, pertumbuhan pribadi, dan penerimaan diri.
  • Validasi anak Anda untuk memberikan mereka rasa penerimaan diri yang lebih baik. Melalui validasi, itu akan membuka jalan bagi anak untuk menerima diri mereka sendiri. Berusahalah untuk tidak menyangkal, mendiskreditkan, atau mengajari anak tentang bagaimana perasaannya.
  • Refleksikan kembali emosi anak sehingga mereka dapat memahami emosinya sendiri dengan lebih baik.

5. Terapkan strategi disiplin yang tepat

Sebuah penelitian menemukan bahwa metode pendisiplinan yang didasarkan pada hukuman dan rasa malu akan berdampak buruk bagi anak. Bagi anak remaja yang sangat sensitif, hukuman bisa membuat mereka merasa bahwa dirinya merupakan pribadi yang buruk.

Sebaliknya, para ahli merekomendasikan disiplin yang lembut untuk orang tua terapkan pada anak-anak. Dibandingkan terus berkutat pada perilaku negatif anak, cobalah untuk mulai berfokus pada perilaku positif anak dan jangan ragu untuk sesekali memberikan mereka pujian atau hadiah atas segala pencapaian dan perilaku baik yang telah mereka lakukan. Dengan begini, anak akan termotivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku positif mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News