HOME, AturUang

Mengelola Keuangan dengan Konsep Syariah agar Bahagia Dunia Akhirat

Mengelola Keuangan dengan Konsep Syariah agar Bahagia Dunia Akhirat

MOMSMONEY.ID -Perencanaan keuangan secara syariah kini semakin dikenal masyarakat Indonesia. Maklum, semakin banyak kaum muslim yang membutuhkan penerapan prinsip syariah dalam pengelolaan keuangan pribadi atau rumah tangga. 

Sesuai konsepnya, perencanaan keuangan syariah berarti perencanaan keuangan yang menerapkan prinsip syariah Islam. 

Menurut Mike Rini, perencana keuangan dari MRE Financial & Advisory, perencanaan keuangan syariah adalah bagaimana mencapai tujuan keuangan dengan cara yang baik sesuai syariat Islam.

Dalam perencanaan keuangan syariah, lanjut Mike, harta dipandang sebagai titipan Sang Pencipta. 

Baca Juga: Cara Bijak Memilih Asuransi Pendidikan Anak

Dengan kata lain, harta yang kita dapatkan dari hasil bekerja, bukan milik sendiri. Karena titipan Tuhan, harta tersebut harus bisa kita pertanggungjawabkan. 

"Harta juga dipandang sebagai cobaan, jangan mudah terbius oleh harta, jangan serakah," kata dia. 

Oleh karena itu, dalam perencanaan keuangan syariah, perbuatan yang dilakukan haruslah perbuatan yang baik dan memberikan berkah. Dari perbuatan yang baik ini, baru kita melakukan perencanaan keuangan secara syariah. 

Perencanaan syariah juga meliputi merencanakan pendapatan dan pengeluaran dengan baik, mengelola manajemen utang, perlindungan secara syariah (asuransi), serta investasi syariah. 

"Antara pendapatan dan pengeluaran harus dijalankan dalam koridor syariah. Pendapatan tidak hanya untuk mensejahterakan dunia saja, tetapi juga kehidupan di akhirat nanti," imbuh Mike. 

Baca Juga: Cermati Polis Asuransi agar Anda Tidak Merugi

Merencanakan penghasilan

Ketika merencanakan penghasilan, Mike bilang, seseorang tidak disarankan sekadar mencari uang, tapi juga dituntut untuk melakukannya berdasarkan ajaran Islam.

Contoh, mencari penghasilan dari bisnis. Sesuai prinsip syariah, Anda diharamkan untuk menjalankan bisnis pelacuran, perjudian, dan menipu orang. 

"Pilih bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah, baik dari barang yang diproduksi, cara menjualnya, dan bagaimana menjalankan bisnis tersebut," beber Mike. 

Dalam perencanaan keuangan syariah, terdapat pula investasi. Investasi syariah adalah jenis-jenis investasi yang diperkenankan dalam syariat Islam. 

Ada beberapa cara berinvestasi syariah. Antara lain, menurut Rakhmi Permatasari, perencana keuangan dari Safir Senduk & Rekan, investasi jenis ini harus ada barang riilnya. 

"Misalnya, investasi di saham. Itu diperbolehkan karena ada perusahaannya. Tapi, kalau berinvestasi di indeks tidak boleh, karena itu tidak ada barangnya," ungkap Rakhmi. 

Cara-cara investasi konvensional sepanjang tidak melanggar ketentuan syariah tetap diperbolehkan dalam kegiatan perencanaan keuangan syariah. Ambil contoh, berinvestasi dalam bentuk tanah. Namun, bila tanah itu tidak dimanfaatkan, maka investasi tanah tersebut tidak diperkenankan. 

Baca Juga: Sangat Mudah Dipakai, Marilah Bijak Menggunakan Fitur Paylater, Moms

Hindari riba Jadi, apabila Anda akan berinvestasi dalam bentuk tanah, tanah yang diharapkan kenaikan harganya itu harus dimanfaatkan tidak boleh ditelantarkan. Tanah itu, contohnya, dapat disewakan kepada penggarap atau dikelola sendiri untuk mendatangkan manfaat. Tanah tidak boleh ditelantarkan. 

"Itu namanya harta mubazir. Harta harus dialirkan, tak boleh menumpuk saja," tegas Mike. 

Hal yang membedakan perencanaan keuangan syariah dan konvensional adalah pemilihan produk investasi yang digunakan. Investasi dalam perencanaan keuangan syariah mesti sesuai dengan syariah Islam, yaitu deposito bagi hasil di bank syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah. 

Baca Juga: Tetaplah Konsisten Berinvestasi, Meski Penghasilan Berkurang Karena Pandemi

Aspek transaksi keuangan pun diusahakan tidak melanggar aturan syariat dan menghindari riba (bunga), maysir (judi dan spekulasi), serta gharar (ketidakpastian). 

Di perencanaan keuangan syariah juga dikenal sistem pinjam meminjam alias utang. Hanya saja, dalam aktivitas ini, tidak diperkenankan melakukan praktik riba atau mencari untung dari bunga utang. Riba, menurut Rakhmi, bukan semata mengambil keuntungan bunga investasi. 

Sesuatu yang disebut riba bisa juga karena tindakan melakukan pertukaran barang yang tidak setara nilainya. Misalnya, melakukan pertukaran atau barter gandum dengan gandum.

Meski dua gandum yang akan dibarter beratnya sama-sama 1 kilogram, tapi kedua gandum itu kualitasnya bisa saja berbeda. 

"Intinya, prinsip di perencanaan keuangan syariah yang utama bukan hanya sekadar bunga atau keridhaan seseorang, tetapi bagaimana caranya setiap pihak merasa adil," papar Rakhmi.

Berutang

 Berutang menurut konsep syariah, timpal Mike, harus ada objeknya. Nah, jika objeknya aset, konsep yang digunakan adalah jual beli. Contoh, Anda berutang ke salah satu pihak untuk membeli rumah seharga Rp 100 juta. 

Hal ini bisa diasumsikan, pihak itulah yang menjual rumah ke Anda. Karena itu, pihak yang memberikan pinjaman tadi berhak mendapat marjin dari hasil menjual rumah ke Anda. 

"Kalau harganya Rp 120 juta, Anda cuma diwajibkan membayar utang sebesar itu. Nah, ini bukan riba karena menganut unsur jual beli," jelas Mike. 

Jika pinjam meminjam objeknya usaha, konsep yang dipakai adalah bagi hasil. Misal, Anda punya usaha dan butuh pendanaan yang berasal dari pinjaman. Maka lazimnya, keuntungan pemberi pinjaman berasal dari bagi hasil kegiatan usaha. 

Baca Juga: Menabung di Bank Bukan Sekadar Memburu Perasaan Aman

"Prosentase pembagiannya bergantung kesepakatan kedua pihak. Kalau untung dibagi, kalau rugi juga harus ditanggung bersama," kata Mike. 

Dengan begitu, tambah Mike, sistem pinjam meminjam uang berdasarkan konsep syariah tidak lagi memakai bunga atau riba, tapi berdasarkan konsep syariah, yaitu bagi hasil. Pengeluaran yang merujuk konsep perencanaan keuangan syariah juga harus dilakukan secara baik dan halal. 

Yang utama harus dilakukan ketika memanfaatkan pengeluaran adalah, mengalokasikan dana untuk tabungan yang sifatnya tujuan ukhrowi (akhirat). Antara lain, zakat, sedekah, dan amal. 

Baca Juga: Berencana Beli Hunian di Luar Negeri, Ini yang Harus Dipertimbangkan

"Pergi haji, umroh, dan berkurban juga termasuk tabungan ukhrowi," ujar Mike. Setelah mengutamakan tabungan ukhrowi, barulah kita disarankan mengalokasikan pendapatan untuk pengeluaran yang sifatnya duniawi. Semisal, tabungan pensiun, pendidikan anak, dan anak menikah. 

"Total persentase untuk alokasi tabungan duniawi dan ukhrowi 30% yang di dalamnya 2,5% untuk zakat. Sisanya 70% untuk kebutuhan sehari-hari dan bayar utang," kata Mike. 

Jadi, perencanaan keuangan syariah senantiasa diletakkan pada prinsip halal dan barokah serta berorientasi kepentingan dunia dan akhirat.

Hasil akhir dari perencanaan keuangan syariah adalah sebuah keluarga akan terpenuhi kebutuhan primernya, ada pengumpulan aset dan investasi secara Islam, kebahagiaan duniawi, serta mencapai kebahagiaan ukhrowi. 

Selanjutnya: Cermati Risiko Investasi Dana Tunjangan Hari Tua

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News