InvesYuk

Makin Hijau Harga Bitcoin Melonjak 11%, Mata Uang Kripto Ini Melejit 34%

Makin Hijau Harga Bitcoin Melonjak 11%, Mata Uang Kripto Ini Melejit 34%

MOMSMONEY.ID - Pasar kripto makin hijau pada Sabtu (14/1) pagi, dengan harga Bitcoin melonjak 11%. Mata uang kripto ini memimpin kenaikan, melejit 34%.

Berdasarkan data CoinMarketCap Sabtu (14/1) pukul 9.20 WIB, harga Bitcoin ada di US$ 20.979,29 atau melonjak 11,47% dalam 24 jam terakhir dan 23,75% selama sepekan.

Untuk pertama kalinya harga Bitcoin menembus US$ 20.000 sejak bursa kripto FTX runtuh pada awal November tahun lalu, yang membuat mata uang kripto jatuh dalam.

Tapi, mata uang kripto terbesar dari sisi kapitalisasi pasar ini, yang mencapai US$ 65.000 pada November 2021, tetap berada di dekat ujung bawah pasar bearish yang brutal.

Baca Juga: Pasar Kripto Menghijau, Harga Mata Uang Kripto Ini Melejit 25% Kalahkan Bitcoin

"Memang, US$ 20.000 dianggap posisi rendah yang mengganggu, tetapi sekarang berpotensi menunjukkan tanda kebangkitan," kata Craig Erlam, Analis Pasar Senior Oanda, kepada CoinDesk.

Tak mau kalah, harga Ethereum naik 10,51% dalam 24 jam terakhir menjadi US$ 1.555,85, juga untuk pertama kalinya di atas US$ 1.500 sejak awal November tahun lalu.

Begitu juga mata uang kripto berbasis meme, Dogecoin dan Shiba Inu, masing-masing menanjak 11,15% dan 13,52% ke posisi US$ 0,0886 dan US$ 0,00001061.

Tapi, yang memimpin kenaikan adalah Solana. Harganya melejit 34,98% dalam 24 jam terakhir dan 65,96% selama satu pekan jadi US$ 22,17.

Pasar kripto mulai menghijau setelah laporan menunjukkan inflasi Desember Amerika Serikat (AS) melambat dibanding bulan sebelumnya.

Baca Juga: 2023 Jadi Tahun Roller Coaster, Robert Kiyosaki Beri Saran Investasi di 3 Aset Ini

Steven Lubka, Managing Director Swan Bitcoin, kepada CoinDesk memperkirakan, inflasi AS akan terus melemah pada paruh pertama tahun 2023, yang akan memberi ruang bagi The Fed untuk membatasi kembali kebijakan pengetatan moneternya. 

Hanya, dia memperingatkan, bagaimanapun, harga konsumen pada paruh kedua tahun ini mungkin tidak begitu jinak dan bank sentral AS mungkin harus berurusan dengan ekonomi yang melemah atau bahkan resesi bersamaan dengan kenaikan inflasi.

Nicholas Colas, Co-Founder DataTrek Research, menulis dalam sebuah catatan, kebijakan Federal Reserve (The Fed) masih penting. 

Tetapi "masalah lain, seperti pembukaan kembali China, laju pertumbuhan pendapatan ekonomi dan perusahaan AS, dan tingkat riil yang positif, akan berdesak-desakan untuk menarik perhatian investor," katanya.

Hanya, "Tidak satu pun dari ini yang menjamin bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun yang baik untuk aset berisiko, tapi akan terlihat jauh lebih normal dari tahun 2022 lalu," ujar Colas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News