Santai

Karyawan Gen Z Mulai Mendominasi, Ini yang Harus Pemimpin Perusahaan Lakukan

Karyawan Gen Z Mulai Mendominasi, Ini yang Harus Pemimpin Perusahaan Lakukan

MOMSMONEY.ID - Porsi Generasi Z atau Gen Z dalam perusahaan mungkin belum terlalu besar saat ini. Namun, seiring waktu, jumlah mereka pasti tumbuh dengan peran yang semakin penting.

Sayangnya, Gen Z memendam masalah yang harus para pemimpin perusahaan antisipasi. Sebagai generasi yang dilahirkan dan dibesarkan di tengah gempuran media sosial dan pesatnya teknologi, mereka dibekap perasaan terisolasi.

Hal ini juga diperparah dengan situasi pandemi yang membuat mereka semakin kesepian. Setelah ditambah badai PHK beberapa tahun belakangan dan dibayangi ancaman resesi tahun depan, Gen Z membutuhkan dukungan perusahaan sepenuhnya agar dapat berkontribusi secara optimal.

Director of Graduate Program Universitas Prasetiya Mulya Achmad Setyo Hadi mengatakan, Gen Z umumnya lahir pada periode 1996-2009. Mereka merupakan generasi digital yang mahir dan gandrung akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer.

"Gen Z juga memilih platform yang lebih bersifat privasi dan tak permanen. Mereka dikenal lebih mandiri serta menempatkan uang dan pekerjaan dalam daftar prioritas," ujarnya dalam acara HR Talk 2022 dengan tema A Framework for Leveraging the Uniqueness of the Generation Z akhir pekan lalu.

Lebih lanjut, Setyo menilai, Gen Z cenderung kurang suka berkomunikasi secara verbal, egosentris, dan individualis. Mereka juga tertarik memegang beberapa posisi sekaligus dalam perusahaan, jika itu bisa mempercepat kenaikan karier.

"Jadi, tantangannya sekarang, bagaimana Gen X dan Gen Y harus merekonstruksi sosialnya untuk memahami Gen Z. Demikian juga, kelak Gen Z harus mau merekonstruksi untuk menghadapi generasi Alpha, Beta, dan seterusnya," kata dia.

Baca Juga: Pahami 4 Cara Mengangkat Sel Kulit Mati di Wajah dengan Cepat

Gen Z mencari keseimbangan

HR Manager PT Global Urban Esensial & HR Operations Manager Dexa Medica Friska Finalia Sitohang mengungkapkan, perusahaannya sudah merekrut Gen Z untuk menjadi karyawan sejak beberapa tahun lalu.

Dia mengatakan, karyawan Dexa Group saat ini didominasi oleh Gen Y sebanyak 57%, sementara Gen Z mengambil porsi 30%, dan Gen X tinggal 13%.

Di GUE Ecosystem, anak perusahaan Dexa Group yang bergerak di bidang online marketplace dan informasi kesehatan, pada first line management, Gen Y mendominasi dengan 55%. Namun, Gen Z memiliki porsi sebanyak 45%.

"Pada posisi seperti content creator leaderproduct managementgrowth management, dan hal-hal yang berhubungan dengan digital initiative biasanya sudah dipercaya untuk diisi Gen Z. Itu perbedaannya," ungkapnya. 

Dari sisi karakteristik, Friska bilang, ada perbedaan mendasar antara Gen X, Gen Y, dan Gen Z yang bekerja di Dexa Group.

Untuk aspirasi, Gen X biasanya lebih mencari keseimbangan antara kehidupan dan nilai dari organisasi atau work life balance.

Sementara Gen Y atau kalangan millenial mencari kebebasan dan fleksibilitas (freedom and flexibility) dalam pekerjaan.

Menurutnya, aspirasi dari Gen X dan Gen Y sangat jauh berbeda dengan karakteristik atau hal-hal yang dicari oleh Gen Z. Pekerja Gen Z di Dexa Group justru mencari rasa aman, khususnya terkait sisi finansial.  

Banyak karyawan Gen Z yang tidak menolak jika mereka diberi tugas yang sangat banyak, asalkan ada imbal hasil yang didapat.

"Beberapa Gen Z di tempat kami willing untuk bekerja lebih, as long as security and stability benar-benar dijaga," ucap Friska.

Di sisi lain, Gen Z justru dikenal dengan sebutan career multitasker. Artinya, Gen Z bisa saja menjadi karyawan permanen di satu perusahaan. Namun, mereka bisa saja masih bekerja paruh waktu atau freelance di tempat lain. 

"Hal yang yang terpenting bagi Gen Z adalah mental health atau kesehatan mental. Pekerjaan masih bisa dicari," ungkapnya.

Baca Juga: 5 Manfaat Daun Pandan untuk Kecantikan yang Harus Anda Tahu

Work From Hub

Jika dilihat dari ekosistem kerja, Friska menyebutkan, situasi pandemi Covid-19 yang membuat orang harus berjaga jarak sangat disukai oleh Gen Z.

Alih-alih mengikuti rapat secara tatap muka, Gen Z justru lebih senang untuk rapat lewat Zoom Meeting atau Face Time.

Ini pula yang ditemukan pada Gen Z di BCA. Executive Vice President Human Capital Management Division PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Rudi Lim mengungkapkan, selama pandemi Covid-19, BCA menerapkan work from home.

WFH ini sangat diinginkan oleh Gen Z. Padahal, BCA sangat memperhatikan poin team work atau kolaborasi.

"Di sisi lain, karyawan yang bekerja secara online memuat proses monitoring tugas menjadi lebih sulit," sebut Rudi.

Solusinya, BCA menerapkan strategi work from hub. "Jadi, karyawan Gen Z tidak perlu datang ke kantor pagi hari. Mereka bisa bekerja dari hub yang sudah ditentukan, lokasinya pun biasanya lebih dekat dari rumah," ujarnya.

Rudi mengakui, Gen Z telah membawa nafas baru bagi BCA. "Porsi karyawan Gen Y dan Gen Z yang bekerja di BCA saat ini sudah mencapai 60 persen," kata dia.

"Namun, kami sempat mengalami 10 tahun tidak melakukan rekrutment atau zero growth, yakni pada 2000-2010. Persoalannya, Gen X sebentar lagi akan pensiun, dan posisi penggantinya tidak ada," imbuh Rudi.

Untuk itu, BCA mulai melakukan akselerasi demi mempersiapkan karyawan Gen Z siap menggantikan posisi Gen X dan Gen Y di perusahaan. Rudi menuturkan, Gen Z dikenal dengan sebutan generasi Strawberry.

Di satu sisi, Gen Z terlihat sangat kreatif dan penuh dengan ide-ide segar. Di sisi lain, Gen Z kerap dianggap mudah menyerah dan mencari alternatif lain.

"Dari sisi tampilan luar, Gen Z terlihat percaya diri dan cuek. Di sisi lain, mereka mendambakan atasan yang bisa mengayomi dan berkomunikasi dengan mereka," ungkap Rudi.

BCA pun mengusung semboyan Senada yang juga dimaksudkan memberi dukungan kepada Gen Z. "Senada merupakan singkatan dari Setia, Naungi, dan Dampingi yang saat ini juga kami terapkan kepada karyawan Gen Z," tambahnya. 

Baca Juga: Cara Mengajukan Kartu Kredit Jenius BTPN, Semua Serba Digital

Jurus menggaet Gen Z

Dengan tumbuhnya startup teknologi, Gen Z pun menaruh harapan dapat bekerja di perusahaan jenis tersebut. Ini pula yang membuat BCA harus “merebut hati” mereka dengan berbagai cara.

"Banyak Gen Z yang enggan bekerja di bank karena dinilai sebagai perusahaan yang konservatif. Untuk menyiasati hal tersebut BCA mulai melakukan pendekatan melalui jalur media sosial dan berkunjung ke kampus-kampus agar perusahaan bisa bertatap muka langsung dengan Gen Z," kata Rudi.

Friska mengatakan, setidaknya ada 3 hal yang menjadi pegangan bagi perusahaan sebelum merekrut Gen Z, yaitu communication style (cara berkomunikasi), understanding work life balance (mengerti pembagian pekerjaan dan kehidupan pribadi), serta accountable freedom (kebebasan yang bisa dipertanggungjawabkan).

"Perusahaan harus berada di tengah-tengah dan tahu apa yang menjadi kebutuhan mereka. Harus ada honestytrust, dan emotional bonding yang dibangun sejak pertama mereka masuk ke perusahaan dengan Gen X dan Gen Y," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News