Santai

Jam Kiamat Makin Dekat ke Akhir Dunia, Ini Penyebabnya

Jam Kiamat Makin Dekat ke Akhir Dunia, Ini Penyebabnya

MOMSMONEY.ID - Ilmuwan atom mengatur Doomsday Clock atawa Jam Kiamat lebih dekat ke tengah malam dibanding posisi sebelumnya pada Selasa (24/1).

Ancaman perang nuklir, penyakit, dan perubahan iklim diperburuk oleh invasi Rusia ke Ukraina, menempatkan umat manusia pada risiko pemusnahan yang lebih besar.

Jam Kiamat, yang dibuat oleh Bulletin of the Atomic Scientists untuk mengilustrasikan betapa dekatnya umat manusia dengan akhir dunia, bergeser "waktunya" pada 2023 menjadi 90 detik menuju tengah malam.

Atau, 10 detik lebih dekat dibanding posisi sebelumnya dalam tiga tahun terakhir.

Tengah malam pada jam ini menandai titik teori pemusnahan. Jarum jam digerakkan lebih dekat atau lebih jauh dari tengah malam berdasarkan pembacaan para ilmuwan tentang ancaman yang ada pada waktu tertentu.

Baca Juga: Apa itu Jam Kiamat? Ilmuwan Atom Menyetel Ulang Doomsday Clock Hari Ini

Waktu baru Jam Kiamat mencerminkan dunia dengan invasi Rusia ke Ukraina telah menghidupkan kembali ketakutan akan perang nuklir.

"Ancaman terselubung Rusia untuk menggunakan senjata nuklir mengingatkan dunia bahwa eskalasi konflik karena kecelakaan, niat, atau kesalahan perhitungan adalah risiko yang mengerikan," kata Rachel Bronson, President and CEO Bulletin of the Atomic Scientists.

"Kemungkinan bahwa konflik bisa terlepas dari kendali siapa pun tetap tinggi," ujarnya, Selasa (24/1), seperti dikutip Reuters.

Bulletin of the Atomic Scientists, organisasi nirlaba yang berbasis di Chicago, Amerika Serikat, memperbarui waktu jam setiap tahun berdasarkan informasi mengenai risiko bencana bagi planet dan umat manusia.

Dewan Bulletin of the Atomic Scientists dan pakar lain dalam teknologi nuklir serta ilmu iklim, termasuk 13 Pemenang Nobel, mendiskusikan peristiwa dunia dan menentukan di mana harus meletakkan jarum jam setiap tahun.

Baca Juga: Hari Gizi Nasional 2023: Protein Hewani Efektif Mencegah Anak Mengalami Stunting

Ancaman apokaliptik yang tercermin dari Jam Kiamat termasuk politik, senjata, teknologi, perubahan iklim, dan pandemi.

Jam Kiamat telah disetel ke 100 detik hingga tengah malam sejak 2020, yang makin mendekati tengah malam.

Dewan Bulletin of the Atomic Scientists menyatakan, perang di Ukraina juga telah meningkatkan risiko bahwa senjata biologis bisa dikerahkan jika konflik berlanjut.

"Aliran disinformasi yang terus berlanjut tentang laboratorium senjata biologis di Ukraina menimbulkan kekhawatiran bahwa Rusia sendiri mungkin berpikir untuk mengunakan senjata semacam itu," ungkap Bronson.

Sivan Kartha, anggota Dewan Bulletin of the Atomic Scientists, mengatakan, harga gas alam yang didorong oleh perang Rusia-Ukraina juga mendorong perusahaan untuk mengembangkan sumber gas alam di luar Rusia dan mengubah pembangkit listrik menjadi menggunakan batubara.

Baca Juga: WHO: 5 Miliar Orang Punya Risiko Penyakit Jantung Lebih Tinggi Akibat Lemak Trans

"Emisi karbon dioksida global dari pembakaran bahan bakar fosil, setelah pulih dari penurunan ekonomi Covid-19 ke titik tertinggi sepanjang masa pada 2021, terus meningkat di 2022 dan mencapai rekor tertinggi lainnya," katanya.

"Dengan emisi yang masih meningkat, cuaca ekstrem terus berlanjut, dan bahkan lebih jelas disebabkan oleh perubahan iklim," imbuh Kartha, yang juga ilmuwan di Stockholm Environmental Institute, menunjuk banjir dahsyat di Pakistan pada 2022 sebagai contoh.

Jam Kiamat dibuat pada 1947 oleh sekelompok ilmuwan atom, termasuk Albert Einstein, yang telah bekerja di Proyek Manhattan untuk mengembangkan senjata nuklir pertama di dunia selama Perang Dunia Kedua.

Lebih dari 75 tahun yang lalu, Jam Kiamat mulai berdetak pada posisi tujuh menit hingga tengah malam.

Pada menit ke 17 hingga tengah malam, posisi jam itu paling jauh dari "kiamat" pada 1991, ketika Perang Dingin berakhir dan Amerika Serikat dan Uni Soviet menandatangani perjanjian yang secara substansial mengurangi persenjataan senjata nuklir kedua negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News