HOME, Keluarga

5 Perilaku Orang Tua yang Dapat Merusak Mental Anak

5 Perilaku Orang Tua yang Dapat Merusak Mental Anak

MOMSMONEY.ID - Setiap orang tua tentu tidak luput dari kesalahan saat membesarkan anak-anaknya. Meski dapat dimaklumi mengingat tidak ada satu pun orang yang sempurna, namun para orang tua dituntut untuk selalu bisa melakukan introspeksi diri supaya perilaku atau metode pengasuhan yang diterapkan tidak berakhir merugikan anak.

Sebagai bahan evaluasi Anda, berikut 5 perilaku orang tua yang harus dihindari, karena dapat merusak mental anak sebagaimana dilansir dari Bright Side.

Baca Juga: 4 Kandungan Produk Face Wash yang Tidak Cocok untuk Kulit Kering

1. Menghukum anak di depan orang lain

Tak jarang, orang tua marah, berteriak, bahkan menghukum anaknya di depan orang lain. Di saat-saat seperti ini, orang tua kerap tidak menyadari dan tidak memikirkan apa dampak perilaku mereka yang demikian terhadap diri anak.

Padahal, anak-anak sebenarnya sangat memedulikan pendapat dari orang-orang di sekitar mereka. Dengan menghukum anak di depan umum, akan mempermalukan anak sekaligus merusak kepercayaan diri mereka. Jika terus dibiasakan, anak akan cenderung merasa rendah diri sampai mereka tumbuh dewasa.

2. Terlalu menahan diri

Jika Anda jarang memeluk anak-anak  dan tidak memberi tahu mereka bahwa Anda mencintainya, maka anak mungkin akan terisolasi secara emosional.

Saat Anda tidak memahami perasaan dan mendengarkan pendapat anak atau bersikap acuh tak acuh terhadap mereka, maka kemungkinan besar anak akan mencontoh perilaku tersebut dan menerapkannya pada orang lain. Pada akhirnya, anak akan kesulitan untuk akrab dengan seseorang, memercayai orang lain, berteman, atau memulai sebuah keluarga.

3. Memberikan kompensasi berlebihan

Ketidaksukaan dari orang tua terhadap gaya parenting ibu dan ayah mereka dulu sering kali menyebabkan keengganan untuk menerapkan metode pengasuhan yang sama pada anak-anak mereka. Apakah Anda termasuk orang tua yang enggan membiarkan anak mendapatkan pengasuhan yang sama dengan yang Anda dapatkan semasa kecil?

Saat membangun keluarga sendiri, Anda sebagai orang tua tentu ingin yang terbaik untuk anak-anak, salah satunya dengan tidak mengulang gaya parenting dari orang tua Anda.

Misalnya, jika gaya pengasuhan orang tua dahulu tergolong otoriter, tentu itu mendorong Anda untuk memberikan banyak kebebasan kepada anak-anak  dengan harapan mereka tidak merasakan apa yang Anda rasakan dulu. Padahal, kompensasi semacam itu termasuk berlebihan dan tidak baik bagi anak-anak. Alhasil, anak mungkin akan merasa ditinggalkan dan tidak dibutuhkan lagi.

4. Bertindak secara agresif

Anak-anak akan belajar bagaimana menghadapi masalah atau kesulitan dengan cara memerhatikan orang tua mereka. Meski tak jarang permasalahan yang harus dihadapi orang tua berasal dari anak, namun Anda dituntut untuk tetap bersikap tenang alih-alih agresif.

Pasalnya, saat Anda bersikap kasar kepada anak atau mengekspresikan emosi negatif terhadap mereka terutama jika anak masih berusia dini, itu dapat menyebabkan masalah manajemen marah dalam diri anak. Lama-kelamaan, anak akan kesulitan untuk mengontrol amarahnya dengan baik dan cenderung bertindak secara impulsif.

5. Lari dari masalah

Pergi dan melupakan masalah begitu saja memang terasa nyaman dan mudah dilakukan daripada menghadapi dan menyelesaikannya. Akan tetapi, kebiasaan lari dari masalah bukan contoh yang baik dan hanya akan membuat masalah yang sedang terjadi semakin berlarut-larut.

Sama halnya dengan sesama orang dewasa, permasalahan dan pertengkaran antara Anda dan anak harus ditangani dengan segera guna memperbaiki situasi dan memulihkan kepercayaan. Sebaliknya, saat Anda lebih memilih untuk menghindari masalah yang sedang terjadi antara Anda dan anak, maka sangat mungkin bagi anak untuk meniru kebiasaan tersebut. Selain itu, anak pun enggan untuk percaya lagi dengan Anda sekaligus akan menganggap Anda sebagai musuhnya.

Daripada hubungan menjadi renggang, alangkah baik bagi Anda untuk menghadapi masalah yang sedang terjadi dan bergegas menyelesaikannya dengan tetap bersikap tenang dan berbicara penuh rasa hormat kepada anak. Mula-mula, coba dengarkan anak dengan penuh perhatian guna menunjukkan kepada mereka bahwa Anda tertarik dengan apa yang mereka rasakan dan cobalah untuk melihat masalah dari sudut pandang anak.

Kemudian, bicarakan perasaan Anda, jelaskan alasan Anda marah dan minta maaflah jika memang bersalah. Dengan begini, anak tidak akan menganggap Anda sebagai musuh dan bisa percaya lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News