HOME, Bugar

5 Hal tentang Varian Delta yang Mendominasi Infeksi Covid-19

5 Hal tentang Varian Delta yang Mendominasi Infeksi Covid-19

MOMSMONEY.ID - JAKARTA. Varian Delta menghantui dunia selama tiga bulan terakhir. Virus corona jenis inilah yang menjadi penyebab lonjakan infeksi baru Covid-19 di berbagai negara.

Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia, Soumya Swaminathan, yang dikutip Reuters Jumat (18/6), memprediksi varian Delta akan menjadi virus corona yang paling dominan di dunia. Proyeksi semacam itu merujuk ke tingkat penularan varian ini yang terbilang tinggi.

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), varian ini telah menyebar hingga lebih dari 80 negara per 16 Juni. Padahal, virus ini baru teridentifikasi enam bulan lalu, tepatnya akhir 2020 di India.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Efektif Membentuk Imun Tubuh

Berikut beberapa fakta tentang varian Delta:

Varian ini menyebar secara cepat ke berbagai penjuru dunia 

Varian yang memiliki nama lain B.1.617.2 pertama kali teridentifikasi pada akhir tahun 2020 di India. Berselang sekitar empat bulan dari waktu identifikasinya, varian ini menjadi penyebab gelombang infeksi Covid-19 di India.

Dua bulan setelah itu, varian ini menurut data WHO, telah menyebar ke lebih dari 80 negara. Mengutip keterangan yang termuat di situs Gavi, WHO memproyeksikan varian ini akan mencengkeram Eropa. Sementara di Amerika Serikat, varian Delta disebut sebagai penyebab 10% dari total infeksi virus corona.

Baca Juga: Promo Superindo 22 Juni 2021, Minyak Goreng Sania bisa Rp 23.900!

Terkesan lebih mudah menular

Tingginya tingkat penularan varian ini terlihat di Inggris. Mengutip keterangan di situs Gavi, varian Delta kini tercatat sebagai penyebab 90% dari kasus infeksi baru Covid-19 di Inggris. Padahal, varian ini baru terdeteksi di Inggris pada Februari lalu.

Sebelum varian Delta terdeteksi, kebanyakan kasus infeksi virus corona di Inggris disebabkan oleh varian Alpha. Varian yang juga memiliki nama B.1.1.7 itu pertama kali terdeteksi di Kent.

Tingkat penularan varian Alpha sejatinya juga tinggi, bisa mencapai 90% lebih menular dibandingkan varian asli virus corona. Namun, varian Delta jauh lebih menular dibandingkan Alpha. Mengutip situs Gavi, tingkat penularan varian Delta dibandingkan varian Alpha berkisar 30% hingga 100%.

Para ilmuwan kini menyelidiki penyebab tingginya tingkat penularan varian Delta. Hasil penelitian sejauh ini membuktikan adanya perubahan kecil pada protein berupa mahkota yang meningkatkan kemampuan varian ini untuk mengikat reseptor ACE2 yang digunakannya untuk masuk ke sel manusia.

Studi lain, yang belum memasuki tahap tinjauan sejawat, menemukan varian ini mengalami mutasi, yang meningkatkan kemampuannya untuk menyatu dengan sel manusia begitu ia menempel. Jika virus dapat menempel dan menyatu dengan lebih mudah, virus itu mungkin dapat menginfeksi lebih banyak sel kita, yang mungkin membuatnya lebih mudah untuk membanjiri pertahanan kekebalan kita.

Varian ini menimbulkan infeksi dengan gejala berbeda dari sebelumnya

Di kawasan tenggara China, salah satu tempat tingkat penularan varian Delta yang tinggi, para dokter mencermati adanya perbedaan gejala. Mereka yang terinfeksi varian Delta mengalami pemburukan kondisi kesehatan lebih cepat dibandingkan mereka yang terinfeksi varian awal virus corona.

Sebuah studi di Inggris menemukan hasil yang sama. Sejak awal Mei, gejala yang paling sering dilaporkan oleh mereka yang terinfeksi virus corona adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, pilek dan demam. “Lebih sedikit yang mengalami batuk. Sedangkan kehilangan indera penciuman tidak lagi masuk dalam daftar 10 gejala yang paling sering dialami,” tutur Tim Spector, pimpinan dari studi tersebut.

Baca Juga: Zaman Berubah, Ini Panduan Mengasuh Anak Generasi Digital

Meningkatkan risiko rawat inap

Menurut sebuah studi Skotlandia yang diterbitkan di The Lancet pada 14 Juni lalu, varian Delta meningkatkan risiko rawat inap hingga dua kali lipat dibandingkan dengan varian Alpha. Kesimpulan itu merujuk ke 19.543 kasus komunitas Covid-19 dan 377 rawat inap yang dilaporkan di Skotlandia antara 1 April dan 6 Juni 2021. Orang yang memiliki penyakit penyerta alias komorbid memiliki risiko lebih besar untuk dirawat di rumah sakit.

Mereka yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap lebih terlindungi

Merujuk ke studi yang disebut di atas, terungkap bahwa mereka yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap memiliki risiko lebih rendah untuk menjalani rawat inap.

Namun menurut studi yang digelar Public Health England (PHE), dosis pertama vaksin Covid-19 tidak terlalu efektif untuk melindungi seseorang dari virus varian Delta, dibandingkan dari virus varian Alpha.

Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Mual Saat Hamil Pakai Bahan Alami

Di Indonesia, celakanya, varian Delta sudah teridentifikasi di sejumlah daerah. Satgas Penanganan Covid-19 pun menyebut varian ini sebagai salah satu penyebab tingginya kasus baru infeksi virus Corona selama satu-dua pekan terakhir.

“Varian Delta telah banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Seperti hasil yang didapat dari penelitian ilmiah di berbagai negara, tentunya itu virus yang berbahaya,” ujar Wiku Adisasmito, jurubicara Satgas, Kamis (16/6). Namun, perlu penelitian lebih lanjut tentang varian Delta. Tujuannya, untuk memastikan bahwa varian yang berbahaya di satu negara, juga berbahaya di negara lain.

"Langkah-langkah tersebut, efektif mencegah penularan virus corona varian apa pun. Yang utama kita lakukan adalah menjalankan protokol kesehatan, menjaga jarak, mencuci tangan, dan menggunakan masker. Karena dengan 3M itu, apa pun variannya pasti tidak akan meningkatkan penularan," kata dia. 

#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitanganpakaisabun

Baca Juga: Perlu Anda Ketahui, Berikut 4 Penyebab Cegukan

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News